Fungsi Ekosistem
Menurut Elfisuir : Secara
fungsional sebagian besar peran dan fungsi ekosistem adalah melaksanakan proses
fotosintesis, proses dekomposisi (penguraian materi), dan proses alir energi
dan daur biogeokimiawi.
Operasionalisasi fungsi ekosistem berlangsung secara bertahap, melalui proses penerimaan/fiksasi energi radiasi cahaya matahari, penyusunan materi organik dari bahan-bahan anorganik oleh produsen, pemanfaatan komponen produsen oleh komponen konsumen dan perombakan bahan-bahan organik oleh decomposer dari makhluk hidup yang telah mati menjadi senyawa anorganik yang lebih sederhana, yang dapat dimanfaatkan ulang oleh produsen dan konsumen kembali.
Operasionalisasi fungsi ekosistem tersebut tidak saja melibatkan proses alir atau transfer energi, produksi, pertumbuhan, perkembangan, dan kematian dari semua unsur-unsur makhluk hidup yang kemudian akan mengalami dekomposisi dan daur biogeokimiawi. Dalam proses fungsi ekosistem tersebut, juga akan berlangsung interaksi secara timbal balik antara komponen ekosistem.
Operasionalisasi fungsi ekosistem berlangsung secara bertahap, melalui proses penerimaan/fiksasi energi radiasi cahaya matahari, penyusunan materi organik dari bahan-bahan anorganik oleh produsen, pemanfaatan komponen produsen oleh komponen konsumen dan perombakan bahan-bahan organik oleh decomposer dari makhluk hidup yang telah mati menjadi senyawa anorganik yang lebih sederhana, yang dapat dimanfaatkan ulang oleh produsen dan konsumen kembali.
Operasionalisasi fungsi ekosistem tersebut tidak saja melibatkan proses alir atau transfer energi, produksi, pertumbuhan, perkembangan, dan kematian dari semua unsur-unsur makhluk hidup yang kemudian akan mengalami dekomposisi dan daur biogeokimiawi. Dalam proses fungsi ekosistem tersebut, juga akan berlangsung interaksi secara timbal balik antara komponen ekosistem.
Ø Fungsi Ekosistem Pekarangan
Ø FUNGSI
HUBUNGAN SOSIAL BUDAYA
Ditinjau
dari segi sosial budaya, dewasa ini nampak ada kecenderungan bahwa pekarangan dipandang
tidak lebih jauh dari fungsi estetikanya saja. Pandangan seperti ini nampak
pada beberapa anggota masyarakat pedesaan yang telah “maju”, terlebih pada masyarakat
perkotaan. Yaitu, dengan memenuhi pekarangannya dengan tanaman hias dengan dikelilingi tembok atau
pagar besi dengan gaya arsitektur “modern”.
Namun,
bagi masyarakat pedesaan yang masih “murni”, justru masih banyak didapati
pekarangan yang tidak berpagar sama sekali. Kalaupun berpagar, selalu ada
bagian yang masih terbuka
atau diberi pintu
yang mudah dibuka oleh siapapun dengan maksud untuk tetap memberi keleluasaan
bagi masyarakat umum untuk keluar masuk pekarangannya.
Nampaknya,
bagi masyarakat desa, pekarangan juga mempunyai fungsi sebagai jalan umum
(lurung) antar tetangga, atar kampung, antar dukuh, bahkan
antar desa satu dengan yang lainnya.
Di
samping itu, pada setiap pekarangan terdapat ”pelataran” (Jawa) atau
“buruan” (Sunda) yang dapat dipergunakan sebagai tempat bemain anak-anak
sekampung. Adanya kolam tempat mandi atau sumur di dalam pekarangan, juga
dapat dipergunakan oleh orang-orang
sekampung dengan bebas bahkan sekaligus merupakan tempat pertemuan mereka
sebagai sarana komunikasi masa (Soemarwoto, 1978).
Jadi,
bagi masyarakat desa yang asli, pekarangan bukanlah
milik pribadi yang ”eksklusif”,
melainkan juga mempunyai
fungsi sosial budaya di mana anggota masyarakat (termasuk anak-anak) dapat
bebas mempergunakannya untuk keperluan-keperluan yang bersifat sosial
kebudayaan pula.
Ø FUNGSI HUBUNGAN EKONOMI
Selain fungsi hubungan sosial budaya,
pekarangan juga memiliki fungsi hubungan ekonomi yang tidak kecil artinya bagi
masyarakat yang hidup di pedesaan.
Berdasarkan
kenyataan-kenyataan, maka Danoesastro (1977) sampai pada kesimpulan bahwa bagi
masyarakat pedesaan, pekarangan dapat dipandang sebagai “lumbung hidup” yang
tiap tahun diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan sekaligus juga merupakan
“terugval basis” atau pangkalan induk yang sewaktu-waktu dapat diambil manfaatnya apabila
usaha tani
di sawah atau tegalan mengalami bencana atau kegagalan akibat serangan
hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam yang lain.
Ø FUNGSI
HUBUNGAN BIOFISIKA
Pada pandangan pertama, bagi orang
“kota” yang baru pertama kali turun masuk desa, akan nampak olehnya sistem
pekarangan yang ditanami secara acak-acakan dengan segala macam jenis tanaman
dan sering pula menimbulkan
kesan “menjijikkan” karena adanya kotoran hewan ternak di sana sini. Namun,
dalam penelitian menunjukkan, bahwa keadaan serupa itu adalah merupakan
manifestasi kemanunggalan manusia dengan lingkungannya sebagaimana yang telah
diajarkan nenek moyangnya.
Di
daerah Sunda misalnya, tetapi terdapat pandangan oleh Hidding (1935) disebutkan:
“Manusia
adalah bagian dalam dan dari satu kesatuan yang besar ..........Semua mempunai
tempatna sendiri dari tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri.....”
Dalam
teori kebatinan Jawa, disebutkan bahwa sesuatu yang ada dan yang hidup pada
pokoknya satu dan tunggal. Bahkan, justru pola pengusahaan pekarangan seperti
itulah ternyata, yang secara alamiah diakui sebagi persyaratan demi
berlangsungnya proses daur ulang (recycling) secara natural (alami) yang paling
efektif dan efisien, sehingga pada kehidupan masyarakat desa tidak mengenal zat
buangan. Apa yang menjadi zat buangan dari suatu proses, merupakan sumberdaya
yang dipergunakan dalam proses berikutnya yang lain. Sebagai contoh, segala
macam sampah dan kotoran ternak dikumpulkan menjadi kompos untuk pupuk tanaman. Sisa dapur, sisa-sisa makanan,
kotoran manusia dan ternak dibuang ke kolam untuk dimakan ikan. Ikan dan hasil
tanaman (daun, bunga, atau buahnya) dimakan manusia, kotoran manusia dan sampah
dibuang ke kolam atau untuk kompos, demikian seterusnya tanpa berhenti dan
berulang-ulang.
Dengan
demikian kalaupun dalam proses kemajuan peradaban manusia ada sesuatu yang perlu
diperbaiki seperti : pembuatan jamban. Keluarga di atas kolam,
sistem daur ulang yang tidak baik dan efisiensi harus tetap terjaga
kelangsungannya.
Adaptasi Organisme Ekosistem
Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan
sekitarnya untuk bertahan hidup. Organisme yang mampu beradaptasi terhadap
lingkungannya mampu untuk:
§ memperoleh
air, udara dan nutrisi (makanan).
§ mengatasi
kondisi fisik lingkungan seperti temperatur, cahaya dan panas.
§ mempertahankan
hidup dari musuh alaminya.
§ bereproduksi.
§ merespon
perubahan yang terjadi di sekitarnya.
Organisme
yang mampu beradaptasi akan bertahan hidup, sedangkan yang tidak mampu
beradaptasi akan menghadapi kepunahan atau kelangkaan jenis.
Jenis adaptasi
Adaptasi terbagi
atas tiga jenis yaitu:
§ Adaptasi
Morfologi
adalah
adaptasi yang meliputi bentuk tubuh. Adaptasi Morfologi dapat dilihat dengan
jelas. Sebagai contoh: paruh dan kaki burung berbeda sesuai makanannya dan
tempat untuk mencari makanannya.
§ Adaptasi
Fisiologi
adalah
adaptasi yang meliputi fungsi alat-alat tubuh. Adaptasi ini bisa berupa enzim
yang dihasilkan suatu organisme. Contoh: dihasilkannya enzim selulase oleh hewan memamah biak.
§ Adaptasi
Tingkah Laku
adalah
adaptasi berupa perubahan tingkah laku. Misalnya: ikan paus yang sesekali
keluar ke permukaan untuk membuang udara, bunglon merubah warna kulitnya
menyerupai tempat yang dihinggapi.
Adaptasi Organisme Ekosistem Pekarangan
·
Kupu – kupu
Makanan kupu – kupu adalah nectar yang merupakan
cairan manis pada tumbuhan dan biasanya terletak di dasar bunga. Untuk
mendapatkna nectar kupu – kupu beradaptasi dengan cara memiliki mulut
penghisap. Tipe mulut seperti belalai dan berfungsi sebagai alat penghisap pada
kupu – kupu disebut proboscis.
·
Semut
Semut berkomunikasi menggunakan antenna yang dimiliki, semut memiliki
senyawa racun yang digunakan untuk mempertahankan diri, semut memiliki rasa
gotong royong yang tinggi demi kelangsungan hidupnya.
·
Bunga kamboja
Tanamam ini merupakan jenis secullent, yakni tumbuhan yang dapat
menyimpan air pada seluruh bagian tubuhnya dari akar, batang, daun, bunga,
sampai buah. Pemeliharaan, pemupukan, penyiraman, dan penyemprotan insektisida
tidak perlu terlalu seriua. Penempatan di dalam ruangan juga tidak terlalu
masalah untuk bunga kamboja.
·
Bunga euphorbia
Bunga ini
ditemukan tumbuh di bawah sinar matahari penuh atau (lebih sering) di bawah
perlindungan semak dan kadang-kadang di antara batu-batu yang cukup rendah di
tanah berpasir. Warnanya berbaur dengan baik dilingkungan sehingga seringkali
sulit untuk membedakannya. Tanaman ini ditemukan di ketinggian berkisar
300-900 m di atas permukaan laut. Tempat ini sangat berbatu dan berbukit dengan
curah hujan musim panas berkisar 200-300 mm per tahun. Musim panas sangat
panas: maksimum harian rata-rata sekitar 26 derajat Celcius dan minimum sekitar
11 derajat celcius.
·
Sirih
Tanaman sirih lebih menyukai tempat yang teduh,
sejuk dan mendapatkan sinar matahari 60-75 persen. Tanaman sirih ini tumbuh
subur dan bagus di daerah pegunungan. Efek bilamana kita tanam didaerah panas
dan terkena sinar matahari langsung maka batangnya cepat mengering, dan juga
akan mengakibatkan warna daunnya akan pudar.
·
Pohon mangga
Tanaman mangga cocok untuk hidup di daerah
dengan musim kering selama 3 bulan. Masa kering diperlukan sebelum dan sewaktu
berbunga. Jika ditanam di daerah basah, tanaman mengalami banyak serangan hama
dan penyakit serta gugur bunga/buah jika bunga muncul pada saat hujan.
1.
Tanah yang baik untuk budidaya mangga
adalah gembur mengandung pasir dan lempung dalam jumlah yang seimbang.
2.
Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang
cocok adalah 5.5-7.5. Jika pH di bawah 5,5 sebaiknya dikapur dengan dolomit.
Mangga yang ditanam didataran rendah dan
menengah dengan ketinggian 0-500 m dpl menghasilkan buah yang lebih bermutu dan
jumlahnya lebih banyak dari pada di dataran tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar