Sabtu, 27 September 2014

TOKSIKOLOGI PENGENALAN RACUN

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN
PENGENALAN RACUN










OLEH :
AYU PERTIWI
NIM P27833112026




KEMENTRIAN KESEHATAN RI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA
JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI D III KAMPUS SURABAYA
TAHUN 2012
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Praktikum Toksikologi Lingkungan
Pengenalan Racun

Disusun Oleh :
                                                                                            Surabaya, 11 Desember 2012
      Dosen Praktikum                                                                       Penyusun Laporan

 
  Drs. Indarno, M.Kes, Apt                                                                        Ayu Pertiwi                           NIP. 194801281980101001                                                                        NIM. P27833112026
                                                                                    NILAI :











KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan YME karena hanya atas limpahan rahmat-Nya lah tugas mata kuliah Toksikologi lingkungan ini dapat terselesaikan tepat waktu. Tugas ini berguna untuk memenuhi nilai mata kuliah Toksikologi Lingkungan semester I tahun ajaran 2012/2013 Program Studi D3 Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Surabaya. Semoga dengan hasil laporan yang telah selesai dibuat ini, karya ini dapat dipakai sebagai referensi pembaca dan dapat dibuat sebagai alat studi banding oleh teman – teman khususnya dari Jurusan Kesehatan Lingkungan Surabaya dan masyarakat luas pada umumnya.



Surabaya, Desember 2012

















BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
     
            Pestisida merupakan suatu bahan yang banyak dijumpai dan digunakan secara luas dalam kehidupan sehari-hari untuk berbagai tujuan penggunaan termasuk perlakuan yang bersifat pencegahan maupun untuk tujuan pengendalian organisme pengganggu pada hampir semua sektor dalam masyarakat, diantaranya sektor kesehatan, pertanian, kehutanan, perikanan, perdagangan, perindustrian, ketenagakerjaan, perhubungan, lingkungan hidup dan di rumah tangga.

                Pestisida (sida, cide = racun) sampai kini masih merupakan salah satu cara utama yang digunakan dalam pengendalian hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan (Diana, 2009).

            Pestisida merupakan racun yang mempunyai nilai ekonomis terutama bagi petani. Pestisida memiliki kemampuan membasmi organisme selektif (target organisme), tetatpi pada praktiknya pemakian pestisida dapat menimbulkan bahaya pada organisme non target. Dampak negatif terhadap organisme non target meliputi dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran dan menimbulkan keracunan bahkan dapat menimbulkan kematian bagi manusia (Tarumingkeng, 2008).

            Tidak hanya di bidang pertanian, pengunaaan pestisida dalam rumah tangga Indonesia sudah demikian luas juga. Berbagai merek “obat” serangga dapat kita temui di etalase supermarket hingga warung kecil, memudahkan kita untuk mengakses racun ini dan memasukkannya ke dalam rumah kita. Pestisida dalam rumah tangga biasanya digunakan untuk mengatasi semut, mengatasi kecoa, mengusir lalat, mengatasi ngengat, mengatasi tikus, mengatasi nyamuk. Walau banyak laporan dan penelitian tentang dampak negatif pestisida ini (pada manusia dan lingkungan), seolah kita tidak punya pilihan lain selain menyemprot hama pengganggu (dan pembawa penyakit) ini dengan “obat” hama. Sekalipun sebagai bahan beracun (biosida) yang memiliki potensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, pestisida banyak digunakan karena mempunyai kelebihan-kelebihan antara lain dapat diaplikasikan dengan mudah pada hampir semua tempat dan waktu, hasilnya dapat dirasakan dalam waktu yang relatif singkat, dan dapat diaplikasikan dalam areal yang luas.

       Tanpa kita sadari terdapat berbagai jenis pestisida yang tersimpan dirumah. Pestisida ini bukan saja digunakan di dalam rumah tetapi juga digunakan dihalaman rumah dan kebun untuk melindungi tanaman dari gulma dan hewanperusak lainnya. Anak-anak merupakan korban utama pada kasus racunanini karena rasa keingin tahuannya yang tinggi dan tingkah lakunya yaitu senang sekali memasukan apa saja yang ditemui ke dalam mulutnya.

            Hal tersebut di atas dapat terjadi terutama jika pestisida digunakan secara tidak tepat baik pada cara, dosis maupun organisme sasarannya. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam tentang pestisida.


B.    Tujuan

·         Dapat mengetahui pengertian pestisida
·         Mengetahui jenis – jenis atau penggolongan pestisida
·         Mengetahui macam – macam racun yang ada di lingkungan sekitar baik racun hewani maupun racun nabati
·         Mengidentifikasi isi dari pestisida
·         Mengetahui labeling yang tercantum pada pestisida


















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pestisida

Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berasal dari kata caedo berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama..Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia (Sartono, 2001). USEPA dalam Soemirat (2005) menyatakan pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan, menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu.

      Pengertian pestisida menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 dalam Kementrian Pertanian (2011) dan Permenkes RI No.258/Menkes/Per/III/1992 adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :

1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. 

2. Memberantas rerumputan

3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan

4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak

5. Memberantas atau mencegah hama-hama air

6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam bangunan rumah tangga alat angkutan, dan alat-alat pertanian

7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman, tanah dan air. 

        Menurut PP RI No.6 tahun 1995 dalam Soemirat (2005), pestisida juga didefinisikan sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tubuh, bahan lain, serta mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman. 
Sementara itu, The United States Environmental Control Act dalam Runia (2008) mendefinisikan pestisida sebagai berikut :

1. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang dianggap hama; kecuali virus, bakteri, atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia.

2. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan atau mengeringkan tanaman.
Menurut Depkes (2004) dalam Rustia (2009), pestisida kesehatan masyarakat adalah pestisida yang digunakan untuk pemberantasan vektor penyakit menular (serangga, tikus) atau untuk pengendalian hama di rumah-rumah, pekarangan, tempat kerja, tempat umum lain, termasuk sarana nagkutan dan tempat penyimpanan/pergudangan. Pestisida terbatas adalah pestisida yang karena sifatnya (fisik dan kimia) dan atau karena daya racunnya, dinilai sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan lingkungan, oleh karenanya hanya diizinkan untuk diedarkan, disimpan dan digunakan secara terbatas. 

B.    Penggolongan Pestisida

            Perilaku penggunaan pestisida oleh masyarakat didorong, setidaknya oleh tiga alasan, pertama kebutuhan manusia atas kenyamanan dan kesehatan. Kekhawatiran yang tinggi atas serangan penyakit yang disebabkan oleh hama permukiman, misalnya wabah demam berdarah, penyakit filariasis, penyakit malaria, dsb. Kedua, akses yang mudah dalam mendapatkan pestisida rumah tangga. Pestisida rumah tangga tersedia di warung-warung kecil hingga di pasar swalayan. Selain itu, harga pestisida rumah tangga relatif murah dan terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Ketiga, ketersediaan informasi tentang cara pengendalian pestisida rumah tangga yang didominasi oleh cara pengendalian dengan menggunakan pestisida rumah tangga. Informasi tentang pengendalian hama permukiman yang ramah lingkungan sangat terbatas diterima oleh masyarakat. Hal ini senada dengan penelitian Yuliani, 2012 bahwa media televisi merupakan sumber informasi bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi termasuk jenis-jenis pestisida. 

Tergantung dari sasarannya, pestisida dapat berupa :
§  insektisida (serangga)
§  fungisida (fungi/jamur)
§  rodensida (hewan pengerat/Rodentia)
§  herbisida (gulma)
§  akarisida (tungau)
§  larvasida (larva)



MACAM DAN CONTOH NAMA PESTISIDA

Pestisida dapat digolongkan menjadi bermacam-macam dengan berdasarkan fungsi dan asal katanya. Penggolongan tersebut disajikan sbb.:


* Akarisida, berasal dari kata akari yang dalam bahasa Yunani berarti tungau atau kutu. Akarisida sering juga disebut sebagai mitesida. Fungsinya untuk membunuh tungau atau kutu.

* Algisida, berasal dari kata alga yang dalam bahasa latinnya berarti ganggang laut. Berfungsi untuk melawan alge.

* Avisida, berasal dari kata avis yang dalam bahasa latinnya berarti burung. Berfungsi sebagai pembunuh atau zat penolak burung serta pengontrol populasi burung.

* Bakterisida, berasal dari kata latin bacterium atau kata Yunani bacron. Berfungsi untuk melawan bakteri.

* Fungisida, berasal dari kata latin fungus atau kata Yunani spongos yang berarti jamur. Berfungsi untuk membunuh jamur atau cendawan.

* Herbisida, berasal dari kata latin herba yang berarti tanaman setahun. Berfungsi membunuh gulma (tumbuhan pengganggu).

* Insektisida, berasal dari kata latin insectum yang berarti potongan, keratan atau segmen tubuh. Berfungsi untuk membunuh serangga.

* Larvisida, berasal dari kata Yunani lar. Berfungsi untuk membunuh ulat atau larva.

* Molluksisida, berasal dari kata Yunani molluscus yang berarti berselubung tipis lembek. Berfungsi untuk membunuh siput.

* Nematisida, berasal dari kata latin nematoda atau bahasa Yunani nema yang berarti benang. Berfungsi untuk membunuh nematoda (semacam cacing yang hidup di akar).

* Ovisida, berasal dari kata latin ovum yang berarti telur. Berfungsi untuk membunuh telur.
* Pedukulisida, berasal dari kata latin pedis berarti kutu, tuma. Berfungsi untuk membunuh kutu atau tuma.

* Piscisida, berasal dari kata Yunani piscis yang berarti ikan. Berfungsi untuk membunuh ikan.

* Rodentisida, berasal dari kata Yunani rodera yang berarti pengerat. Berfungsi untuk membunuh binatang pengerat, seperti tikus.

* Predisida, berasal dari kata Yunani praeda yang berarti pemangsa. Berfungsi untuk membunuh pemangsa (predator).

* Silvisida, berasal dari kata latin silva yang berarti hutan. Berfungsi untuk membunuh pohon.

* Termisida, berasal dari kata Yunani termes yang berarti serangga pelubang daun. Berfungsi untuk membunuh rayap. 


Berikut ini beberapa bahan kimia yang termasuk pestisida, namun namanya tidak menggunakan akhiran sida:


* Atraktan, zat kimia yang baunya dapat menyebabkan serangga menjadi tertarik. Sehingga dapat digunakan sebagai penarik serangga dan menangkapnya dengan perangkap.

* Kemosterilan, zat yang berfungsi untuk mensterilkan serangga atau hewan bertulang belakang.

* Defoliant, zat yang dipergunakan untuk menggugurkan daun supaya memudahkan panen, digunakan pada tanaman kapas dan kedelai.

* Desiccant. zat yang digunakan untuk mengeringkan daun atau bagian tanaman lainnya.

* Disinfektan, zat yang digunakan untuk membasmi atau menginaktifkan mikroorganisme.

* Zat pengatur tumbuh. Zat yang dapat memperlambat, mempercepat dan menghentikan pertumbuhan tanaman.

* Repellent, zat yang berfungsi sebagai penolak atau penghalau serangga atau hama yang lainnya. Contohnya kamper untuk penolak kutu, minyak sereb untuk penolak nyamuk.

* Sterilan tanah, zat yang berfungsi untuk mensterilkan tanah dari jasad renik atau biji gulma.

* Pengawet kayu, biasanya digunakan pentaclilorophenol (PCP).

* Stiker, zat yang berguna sebagai perekat pestisida supaya tahan terhadap angin dan hujan.

* Surfaktan dan agen penyebar, zat untuk meratakan pestisida pada permukaan daun.

* Inhibitor, zat untuk menekan pertumbuhan batang dan tunas.

* Stimulan tanaman, zat yang berfungsi untuk menguatkan pertumbuhan dan memastikan terjadinya buah. 



FORMULASI PESTISIDA


Pestisida sebelum digunakan harus diformulasi terlebih dahulu. Pestisida dalam bentuk murni biasanya diproduksi oleh pabrik bahan dasar, kemudian dapat diformulasi sendiri atau dikirim ke formulator lain. Oleh formulator baru diberi nama. Berikut ini beberapa formulasi pestisida yang sering dijumpai:


1. Cairan emulsi (emulsifiable concentrates/emulsible concentrates)

Pestisida yang berformulasi cairan emulsi meliputi pestisida yang di belakang nama dagang diikuti oleb singkatan ES (emulsifiable solution), WSC (water soluble concentrate). B (emulsifiable) dan S (solution). Biasanya di muka singkatan tersebut tercantum angka yang menunjukkan besarnya persentase bahan aktif. Bila angka tersebut lebih dari 90 persen berarti pestisida tersebut tergolong murni. Komposisi pestisida cair biasanya terdiri dari tiga komponen, yaitu bahan aktif, pelarut serta bahan perata. Pestisida golongan ini disebut bentuk cairan emulsi karena berupa cairan pekat yang dapat dicampur dengan air dan akan membentuk emulsi.

2. Butiran (granulars)

Formulasi butiran biasanya hanya digunakan pada bidang pertanian sebagai insektisida sistemik. Dapat digunakan bersamaan waktu tanam untuk melindungi tanaman pada umur awal. Komposisi pestisida butiran biasanya terdiri atas bahan aktif, bahan pembawa yang terdiri atas talek dan kuarsa serta bahan perekat. Komposisi bahan aktif biasanya berkisar 2-25 persen, dengan ukuran butiran 20-80 mesh. Aplikasi pestisida butiran lebih mudah bila dibanding dengan formulasi lain. Pestisida formulasi butiran di belakang nama dagang biasanya tercantum singkatan G atau WDG (water dispersible granule).

3. Debu (dust)

Komposisi pestisida formulasi debu ini biasanya terdiri atas bahan aktif dan zat pembawa seperti talek. Dalam bidang pertanian pestisida formulasi debu ini kurang banyak digunakan, karena kurang efisien. Hanya berkisar 10-40 persen saja apabila pestisida formulasi debu ini diaplikasikan dapat mengenai sasaran (tanaman).

4. Tepung (powder)

Komposisi pestisida formulasi tepung pada umumnya terdiri atas bahan aktif dan bahan pembawa seperti tanah hat atau talek (biasanya 50-75 persen). Untuk mengenal pestisida formulasi tepung, biasanya di belakang nama dagang tercantum singkatan WP (wettable powder) atau WSP (water soluble powder).

5. Oli (oil)

Pestisida formulasi oli biasanya dapat dikenal dengan singkatan SCO (solluble concentrate in oil). Biasanya dicampur dengan larutan minyak seperti xilen, karosen atau aminoester. Dapat digunakan seperti penyemprotan ULV (ultra low volume) dengan menggunakan atomizer. Formulasi ini sering digunakan pada tanaman kapas.

6. Fumigansia (fumigant)

Pestisida ini berupa zat kimia yang dapat menghasilkan uap, gas, bau, asap yang berfungsi untuk membunuh hama. Biasanya digunakan di gudang penyimpanan. 

DAFTAR PESTISIDA BERBAHAYA FSC
No
Bahan Aktif
No
Bahan Aktif
1
Aldicarb
38
Gamma-HCH, lindane
2
Aldrin
39
Haloxyfop
3
Alumunium fosfid
40
Heptachlor
4
Amitrole
41
Hexachlorobenzene
5
benomyl
42
Hexazinone
6
Brodifacoum
43
Hydramethylnon
7
Bromadialone
44
Imazapyr
8
Carbaryl
45
Imazapyr, isopropylamine salt
9
Chlordane
46
Mancozeb
10
Chloropicrin
47
Metam sodium
11
Chlorothalonil
48
Methoxychlor
12
Cyfluthrin
49
Methylarsonic acid (MSMA)
13
cypermethrin
50
Methylbromide
14
Alpha-cypermethrin
51
Metolachlor
15
Zeta-cypermethrin
52
Mirex
16
2,4-D, butoxyethanol ester
53
Naled
17
2,4-D, diethanolamine salt
54
Oryzalin
18
2,4-D, dimethylamine (dma) salt
55
Oxydemeton-methyl, metasystox
19
2,4-D, ethylhexyl ester
56
Oxyfluorfen
20
2,4-D isopropylamine salt
57
Paraquat
21
2,4-D triisopropanolamine salt
58
Parathion
22
2,(2,4-DP), dma salt (dichlorprop)
59
Pendimethalin
23
DDT
60
Pentachlorophenol
24
Diazinon
61
Permethrin
25
Dicamba, dma salt
62
Quintozene
26
Dichlobenil
63
Simazine
27
Dicofol
64
Sodium cynide
28
Dieldrin
65
Sodium fluoroacetate, 1080
29
Dienochlor
66
2,4,5-T
30
Difethialone
67
Tebufenozide
31
Diflubenzuron
68
Terbumeton
32
Dimethoate
69
Terbuthylazine
33
Diquat dibromide
70
Terbutryin
34
Diuron
71
Trifluralin
35
Endosulfan
72
Toxaphene (camphechlor)
36
Endrin
73
Warfarin
37
Esfenvalerate
74
Zinc phosphid


·      Cara Penggunaan Pestisida
            Dalam aplikasi pestisida ada beberapa ketentuan yang harus dilakukan agar bisa efektif dan efisian dalam mengendalikan hama atau penyakit tanaman. Ketentuan tersebut yaitu:
  1. Tepat dosis/ konsentrasi. Dosis adalah kebutuhan pestisida per ha (lt/ha) sedangkan konsentrasi adalah kebutuhan pestisida per liter air (ml/lt). Dalam penggunaan pestisida, penggunaan dosis dibawah anjuran akan mengakibatkan hama/ penyakit tidak mati kadang mengakibatkan hama resisten sedangkan dengan dosis berlebihan akan mengakibatkan boros biaya.
  2. Tepat waktu. Sebaiknya waktu penyemprotan pagi hari sebelum jam 10 dan sore hari setelah jam 3. Dipagi hari dipastikan belum banyak angin dan matahari belum terik. Saat pagi hari hama-hama masih enggan bergerak.
  3. Tepat cara. Cara aplikasi pestisida harus disesuaikan dengan bentuk atau formulasi pestisida tersebut. Formulasi EC, SL, SC, WP, WDG diaplikasi dengan penyemprotan. Sedangkan formulasi G harus diaplikasikan dengan penaburan.
  4. Tepat sasaran. Dalam aplikasi pestisida harus disesuaikan dengan hama/ penyakit sasaran, bagaimana cara hidupnya, apa kelemahan hama/ penyakit tersebut dan tentunya bagaimana cara kerja pestisida tersebut (kontak atau sistemik).
  5. Tepat kombinasi. Tidak sedikit petani yang mencampur lebih dari satu pestisida dalam satu kali semprot. Harus dipahami bahwa pestisida tidak seperti matematika, 1+1 pasti = 2. Dalam ilmu pestisida 1+1 bisa = 0 atau 1+1 bisa = 3. Maka dalam mencampur pestisida harus hati-hati. Ada beberapa trik dalam pencampuran pestisida agar daya kerjanya sinergis (1+1=3), tapi berhubung dah malam hal tersebut akan saya postingkan dilain waktu.

·         Pertolongan Pertama Saat Keracunan Pestisida
Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan sebagai pertolongan darurat :
  • Kalau teracuni lantaran mengisap pestisida, bawa korban ke tempat terbuka dan segar. Longgarkan pakaian, baringkan dengan dagu terangkat supaya ia bisa bernapas dengan leluasa.
  • Cuci bagian yang terkena pestisida untuk korban akibat keracunan pestisida yang dioleskan di kulit. Ganti pakaian korban dengan yang bersih.
  • Untuk pestisida yang tertelan, usahakan korban yang masih sadar memuntahkannya. Colekkan telunjuk atau alat lain yang bersih ke bagian belakang tenggorokannya. Waktu muntah, wajah korban dihadapkan ke bawah dan direndahkan agar muntahan tidak masuk ke paru-paru. Upaya tersebut diulangi sampai isi muntahan jernih.
  • Korban yang kejang, apalagi pingsan, jangan sekali-kali diupayakan untuk muntah. Usahakan agar saluran napasnya tidak tersumbat. Kalau sampai napasnya terhenti, bantu untuk memberikan napas buatan.
  • Terakhir, jangan lupa membawa korban sesegera mungkin ke dokter atau Puskesmas agar dokter dapat menanganinya.

·      Penyimpanan Pestisida

         Dalam penyimpanan harus juga memperhatikan syarat – sayarat penyimpanan misalnya bahan beracun ( sianida, arsenida, fosfit, sulfida ) memiliki syarat al ; ruangan dingin dan berventilasi, jauh dari bahaya kebakaran, dipisahkan dari bahan-bahan yang mungkin bereaksi, dan disediakan alat pelindung diri. Faktor yang perlu juga dipertimbangkan adalah lamanya waktu penyimpanan untuk zat-zat tertentu. Misalnya eter, zat sejenis eter tak boleh disimpan melebihi satu tahun.


Pestisida yang baik juga harus memperhatikan dimana pestisida tersebut disimpan. Cara penyimpanan pestisida : 

- Dalam botol khusus pestisida 

- Dalam tas plastik 

- Lain-lain 


Selain itu juga, kemasan dari pestisida tersebut tidak boleh tembus matahari karena bisa terjadi perubahan senyawa dalam pestisida, terutama pestisida bahan alam yang ikatan senyawanya tidak kuat seperti pestisida sintetik. Penyimpanan juga harus dijauhi dari tempat makanan, jangkauan anak-anak, sinar matahari langsung, kelembaban tinggi, dan lain-lain. 

Dalam pengemasan pestisida yang beraneka macam sesuai dengan bentuk pestisida tersebut hal penting yang harus diperhatikan yaitu komposisi, hama tujuan, cara penggunaan, warna peringatan bahaya seperti dibawah ini :

warna dasar tanda peringatan yang tercantum pada label pestisida :

Sangat berbahaya sekali : Coklat tua 

Sangat berbahaya : Merah tua 

Berbahaya : Kuning tua 

Cukup berbahaya : Biru muda 













·      Pestisida Rumah Tangga
Ø  Baygon semprot










 

 
Isi : Baygon mengandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan transfluthrin.
·         Propoxur : senyawa karbamat (senyawa antaranya, MIC, pernah
menewaskan ribuan orang dan menyebabkan kerusakan syaraf).
·         Transfluthrin : masih aman untuk digunakan.
           
Labeling : Beracun, Cuci tangan setelah memakai atau menggunakan peptisida tersebut.
Penyimpanan : Simpan di tempat yang aman dan jauh dari jangkauan anak-anak.

·         Pestisida Pertanian
Ø  Pestona

Produk pestisida mengandung bahan aktif sebagai bahan inti yang mempunyai efek “pestisida”. Bahan tersebut ada yang berasal dari tumbuhan, makhluk hidup (mikro-organisme), hasil fermentasi atau dari senyawa kimia sintetis. Bahan aktif tersebut kemudian dicampur dengan bahan-bahan lain agar mudah dalam penggunaannya. Berdasarkan asal bahan aktif yang digunakan, produk pestisida digolongkan ke dalam beberapa kelompok. Pestisida yang berasal dari tumbuhan sering disebut pestisida botani atau pestisida nabati. Pestisida jenis ini mempunyai sifat mudah terurai di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, relatif aman bagi manusia-hewan piaraan-musuh alami hama tanaman, tanaman/buah bebas residu kimia dan aman dikonsumsi. Salah satu contoh produk tersebut yang ada di pasaran adalah PESTONA. 


PESTONA dibuat dari bahan alami. PESTONA tidak membunuh hama secara cepat, tetapi berpengaruh pada daya makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit, hambatan pembentukan serangga dewasa, menghambat komunikasi seksual, penurunan daya tetas telur, dan menghambat pembentukan kitin. Selain itu berperan sebagai zat pemandul, mengganggu proses perkawinan serangga hama, menghambat peletakkan telur dan dapat bekerja secara kontak dan sistemik.PESTONA memiliki daya kerja dalam mengurangi nafsu makan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) atau mencegah OPT merusak tanaman lebih banyak, walaupun jarang menyebabkan kematian segera pada serangga/hama.

PESTONA merupakan formula organik pengendali bagi beberapa hama penting pada tanaman pangan, hortikultura dan tahunan. Produk ini dibuat dari hasil ekstraksi dari berbagai bahan alami yang mengandung bahan aktif : Azadirachtin, Alkaloid, Ricin (asam ricin), Polifenol, Eugenol, Sitral, Nikotin, Annonain dll. Kandungan lainnya adalah Atsiri Oil, Eucalyptus Oil, Solvent Extraction.

Ø  HAMA SASARAN :
wereng, walang sangit, penggerek batang, belalang, kepik, thrips, tungau, ulat, Uret dll.
Ø  ATURAN PAKAI : 

Larutkan 5 cc - 10 cc / 1 liter air (7-10 tutup/tangki). Aduk sampai merata. Semprotkan/gemborkan pada tanaman yang terkena serangan hama secara merata. Untuk hasil yang maksimal sebaiknya tanaman disemprot/digembor sesering mungkin, minimal 3 (tiga) kali penyemprotan/penggemborkan per musim. Sebaiknya waktu penyemprotan/penggemborkan pada sore hari.















·         Pesguard FG160EC


Ø  Bahan aktif : D-tetrametrin 4% ; Cyphenothrin 12%

Insetisida yang ramah lingkungan : mengandung racun kontak dan racun lambung, yang bekerja sebagai killing agent dan knockdown agent, tidak berbau dan tidak iritasi.

Hama sasaran : Triboliun spp, sitophilus spp, Ephestia spp , kutu, tungau ayam, lalat, nyamuk DBD, lipas, semut.

aplikasi : Thermal fogging, ULV, Residual spray, cocok untuk indoor dan outdoor.

Petunjuk Pemakaian :

- Thermal fogging - serangga terbang : larutkan 6, 25ml PESGUARD FG 160 EC dengan 1 liter minyak atau air ( 1: 160) ,   semprotkan 10 liter larutan per hektar luasan ( outdoor) atau 1 liter/ 3000m3 ruangan ( indoor)

- ULV - serangga terbang : larutkan 62, 5ml PESGUARD FG 160 EC dengan 1 liter minyak atau air ( 1: 16) , semprotkan   500ml larutan per hektar luasan ( outdoor) atau 100ml/ 3000 m3 ruangan ( indoor) .

- Surface spray - serangga merayap : larutkan 5-10 ml PESGUARD FG 160 EC dalam 1 liter air dan semprotkan 50 ml larutan per m2 permukaan, semprotkan pada tempat serangga hama aktif dan tempat persembunyiannya.


·         Golongan Metaloid
Ø  Racun tikus

Kandungan : Racun tikus merupakan bahan kimia yang sangat toksik. Kandungan bahan aktif (bahan kimia) dalam sediaan racun ini terdapat dalam berbagai jenis, diantaranya metal phosphide, coumarine (Warfarin dan Superwarfarin) dan Indanedion (Diphacinone, Pindone dan Chlolorophacinone). Dua terakhir merupakan racun tikus antikoagulan (agen pencair darah). Quote: Racun tikus yang mengandung bahan aktif metal phosphide mempunyai bau yang khas seperti ikan busuk dan rasanya tidak akan disukai oleh hewan lain, tetapi bau ini menarik perhatian tikus.
      Labeling  :Beracun
Penyimpanan  : Letakkan dari jangkauan anak-anak, simpan dalam wadah aslinya dan jangan di pindahkan ke dalam wadah lain terutama ke dalam wadah bekas makanan/minuman.









·         Racun alamiah
Ø  Racun hewani
1.    Kalajengking


Semua spesies kalajengking memiliki bisa. Pada umumnya, bisa kalajengking termasuk sebagai neurotoksin (racun saraf). Suatu pengecualian adalah Hemiscorpius lepturus yang memiliki bisa sitotoksik (racun sel). Neurotoksin terdiri dari protein kecil dan juga natrium dan kalium, yang berguna untuk mengganggu transmisi saraf sang korban. Kalajengking menggunakan bisanya untuk membunuh atau melumpuhkan mangsa mereka agar mudah dimakan.
Bisa kalajengking lebih berfungsi terhadap artropoda lainnya dan kebanyakan kalajengking tidak berbahaya bagi manusia; sengatan menghasilkan efek lokal (seperti rasa sakit, pembengkakan). Namun beberapa spesies kalajengking, terutama dalam keluarga Buthidae dapat berbahaya bagi manusia. Salah satu yang paling berbahaya adalah Leiurus quinquestriatus, dan anggota dari genera Parabuthus, Tityus, Centruroides, dan terutama Androctonus. Kalajengking yang paling banyak menyebabkan kematian manusia adalah Androctonus australis.

2.    Ular cobra


Bisa atau racun ular sendok merupakan salah satu yang terkuat dari jenisnya, dan mampu membunuh manusia. Ular sendok melumpuhkan mangsanya dengan menggigit dan menyuntikkan bisaneurotoxin pada hewan tangkapannya (biasanya binatang mengerat atau burung kecil) melalui taringnya. Bisa tersebut kemudian melumpuhkan syaraf-syaraf dan otot-otot si korban (mangsa) dalam waktu yang hanya beberapa menit saja.
Selain itu, ular sendok dapat melumpuhkan korbannya dengan menyemprotkan bisa ke matanya; namun tidak semua kobra dapat melakukan hal ini.
Kobra hanya menyerang manusia bila diserang terlebih dahulu atau merasa terancam. Selain itu, kadang mereka juga hanya menggigit tanpa menyuntikkan bisa (gigitan ‘kosong’ atau gigitan ‘kering’). Maka tidak semua gigitan kobra pada manusia berakhir dengan kematian, bahkan cukup banyak persentase gigitan yang tidak menimbulkan gejala keracunan pada manusia.
Meski demikian, orang harus tetap berwaspada apabila tergigit ular ini, namun jangan panik. Yang terbaik, perlakukan luka gigitan dengan hati-hati tanpa membuat luka-luka baru di sekitarnya (misalnya untuk mencoba mengeluarkan racun). Jika mungkin, balutlah dengan cukup kuat (balut dengan tekanan) bagian anggota tubuh antara luka dengan jantung, untuk memperlambat –namun tidak menghentikan– aliran darah ke jantung. Usahakan korban tidak banyak bergerak, terutama pada anggota tubuh yang tergigit, agar peredaran darah tidak bertambah cepat. Kemudian bawalah si korban sesegera mungkin ke rumah sakit untuk memperoleh antibisa (biasanya di Indonesia disebut SABU, serum anti bisa ular) dan perawatan yang semestinya.
Semburan bisa ular sendok, apabila mengenai mata, dapat mengakibatkan iritasi menengah dan menimbulkan rasa pedih yang hebat. Mencucinya bersih-bersih dengan air yang mengalir sesegera mungkin dapat membilas dan menghanyutkan bisa itu, mengurangi iritasi dan mencegah kerusakan yang lebih lanjut pada mata.

Gejala-gejala Keracunan

Penting untuk diingat sekali lagi, bahwa gigitan ular sendok pada manusia tidak semuanya berakhir dengan kematian. Pada kebanyakan kasus gigitan, ular menggigit untuk memperingatkan atau mengusir manusia. Sehingga hanya sedikit atau tidak ada racun yang disuntikkan. Jika pun racun masuk dalam jumlah yang cukup, apabila korban ditangani dengan baik, umumnya belum membawa kematian sampai beberapa jam kemudian. Jadi, kematian tidak datang seketika atau dalam beberapa menit saja. Tidak perlu panik.
Bisa kobra, seperti umumnya Elapidae, terutama bersifat neurotoksin. Yakni memengaruhi dan melumpuhkan kerja jaringan syaraf. Si korban perlahan-lahan akan merasa mengantuk (pelupuk mata memberat), kesulitan bernafas, hingga detak dan irama jantung terganggu dalam beberapa jam kemudian.
Akan tetapi tak serupa dengan akibat gigitan ular Elapidae lainnya, bisa ular sendok Jawa dan Sumatra dapat merusak jaringan di sekitar luka gigitan. Jadi, juga bersifat hemotoksin. Lebam berdarah di bawah kulit dapat terjadi, dan rasa sakit yang amat sangat muncul (namun tidak selalu) dalam menit-menit pertama setelah tergigit. Sekitar luka akan membengkak, dan bersama dengan menjalarnya pembengkakan, rasa sakit juga turut menjalar terutama di sekitar persendian. Lebam lama-lama akan menghitam dan menjadi nekrosis. Dalam pada itu, kemampuan pembekuan darah pun turut menurun.
Tanpa gejala-gejala di atas, kemungkinan tidak ada racun yang masuk ke tubuh, atau terlalu sedikit untuk meracuni tubuh orang. Namun juga perlu diingat, bahwa umumnya gigitan ular –berbisa atau pun tidak– hampir pasti menumbuhkan ketakutan atau kekhawatiran pada manusia. Telah demikian tertancam dalam jiwa kita manusia, anggapan yang tidak tepat, bahwa (setiap) ular itu berbisa dan (setiap) gigitan ular akan mengakibatkan kematian.
Pada kondisi yang yang berlebihan, rasa takut ini dapat mengakibatkan syok (shock) pada si korban dengan gejala-gejala yang mirip. Korban akan merasa lemah, berkeringat dingin, detak jantung melemah, pernapasan bertambah cepat dan kesadarannya menurun. Bila terjadi, syok ini penting untuk ditangani karena dapat membahayakan jiwa pula. Akan tetapi ini bukanlah gejala keracunan, sehingga sangat penting untuk mengamati perkembangan gejala pada korban gigitan untuk menentukan tindakan penanganan yang tepat.

Ø  Racun nabati
1.    Kentang
Solanin (Glikoalkaloid)


Terdapat pada kentang, kentang di lahan usaha yang dibiarkan terkena sinar matahari akan berwarna hijau dan terasa pait, warna hijau ini pertanda peningkatan kandungan Solanin. Gejala keracunan adalah muntah-muntah, diare, mengantuk, apatis, gelisah, bingung, pinsan, lemah, depresi. Bila kadar racun melebihi 200 mcg/g bahan segar dapat menyebabkan kematian.



2.    Ubi kayu
Sianogenic glucosidal


Terdapat pada ubi kayu (singkong pait) jenis ADIRA I, SPP, singkong karet, juga terdapat pada ubi gadung. Racun ini disebut linamarin. Racun ini bila dihidrolisis dapat menghasilkan HCN (asam sianida). Dapat menyebabkan terjadinya defisiensi Yodium karena racun ini bersifat goitrogenik dan akhirnya menyebabkan timbulnya penyakit gondok. Gejala keracunan biasanya mati rasa, pusing, kekacauan mental, pingsan, kejang-kejang.

3.    Biji kapas
Gosipol

Terdapat pada biji kapas. Dapat menurunkan nafsu makan dan kehilangan berat badan serta ketidak teraturan jantung.






4.    Biji jengkol
Asam jengkolat


Terdapat pada biji jengkol. Dapat menyebabkan jengkoleun. Penyebabnya karena varietas, kepekaan seseorang, kombinasi dengan makanan yang bersifat asam, terlalu banyak, penyajian.
Cara menurukan kandungan racun dengan dibuat kripik jengkol atau jengkol sepi ( ditanam dalam tanah selama satu minggu).

5.    Bayam
Nitrit


Terdapat pada bayam akibat pemupukan dalam bentuk nitrat. Dalam tubuh nitrat akan diubah menjadi nitrit dan akan berikatan dengan haemoglobin dan menyebabkan kapasitas haemoglobin dalam mengikat O2 menurun sehingga terjadi sianosis dimana bibir penderita akan biru-biru. Juga akan timbul hipoksia yaitu kekurangan oksigen pada jaringan tubuh, muntah-muntah dan dapat berakibat kematian. Pada bayi, pH perut biasanya agak tinggi dan dapat tumbuh bakteri E. Coli yang akan mengubah nitrat menjadi nitrit dalam usus kecil dan menyebabkan keracunan nitrit pada bayi.


DAFTAR PUSTAKA



























1 komentar: