Sabtu, 27 September 2014

EKOLOGI PEKARANGAN

Fungsi Ekosistem

Menurut Elfisuir : Secara fungsional sebagian besar peran dan fungsi ekosistem adalah melaksanakan proses fotosintesis, proses dekomposisi (penguraian materi), dan proses alir energi dan daur biogeokimiawi. 

Operasionalisasi fungsi ekosistem berlangsung secara bertahap, melalui proses penerimaan/fiksasi energi radiasi cahaya matahari, penyusunan materi organik dari bahan-bahan anorganik oleh produsen, pemanfaatan komponen produsen oleh komponen konsumen dan perombakan bahan-bahan organik oleh decomposer dari makhluk hidup yang telah mati menjadi senyawa anorganik yang lebih sederhana, yang dapat dimanfaatkan ulang oleh produsen dan konsumen kembali. 

Operasionalisasi fungsi ekosistem tersebut tidak saja melibatkan proses alir atau transfer energi, produksi, pertumbuhan, perkembangan, dan kematian dari semua unsur-unsur makhluk hidup yang kemudian akan mengalami dekomposisi dan daur biogeokimiawi. Dalam proses fungsi ekosistem tersebut, juga akan berlangsung interaksi secara timbal balik antara komponen ekosistem. 

Ø  Fungsi Ekosistem Pekarangan

Ø  FUNGSI HUBUNGAN SOSIAL BUDAYA

Ditinjau dari segi sosial budaya, dewasa ini nampak ada kecenderungan bahwa pekarangan dipandang tidak lebih jauh dari fungsi estetikanya saja. Pandangan seperti ini nampak pada beberapa anggota masyarakat pedesaan yang telah “maju”, terlebih pada masyarakat perkotaan. Yaitu, dengan memenuhi pekarangannya dengan tanaman hias dengan dikelilingi tembok atau pagar besi dengan gaya arsitektur “modern”.
Namun, bagi masyarakat pedesaan yang masih “murni”, justru masih banyak didapati pekarangan yang tidak berpagar sama sekali. Kalaupun berpagar, selalu ada bagian yang masih terbuka atau diberi pintu yang mudah dibuka oleh siapapun dengan maksud untuk tetap memberi keleluasaan bagi masyarakat umum untuk keluar masuk pekarangannya.
                        Nampaknya, bagi masyarakat desa, pekarangan juga mempunyai fungsi sebagai jalan umum (lurung) antar tetangga, atar kampung, antar dukuh, bahkan antar desa satu dengan yang lainnya.
                        Di samping itu, pada setiap pekarangan terdapat ”pelataran” (Jawa) atau “buruan” (Sunda) yang dapat dipergunakan sebagai tempat bemain anak-anak sekampung. Adanya kolam tempat mandi atau sumur di dalam pekarangan, juga dapat  dipergunakan oleh orang-orang sekampung dengan bebas bahkan sekaligus merupakan tempat pertemuan mereka sebagai sarana komunikasi masa (Soemarwoto, 1978).
                        Jadi, bagi masyarakat desa yang asli, pekarangan bukanlah milik pribadi yang ”eksklusif”, melainkan juga mempunyai fungsi sosial budaya di mana anggota masyarakat (termasuk anak-anak) dapat bebas mempergunakannya untuk keperluan-keperluan yang bersifat sosial kebudayaan pula.

Ø  FUNGSI HUBUNGAN EKONOMI
Selain fungsi hubungan sosial budaya, pekarangan juga memiliki fungsi hubungan ekonomi yang tidak kecil artinya bagi masyarakat yang hidup di pedesaan.
                        Berdasarkan kenyataan-kenyataan, maka Danoesastro (1977) sampai pada kesimpulan bahwa bagi masyarakat pedesaan, pekarangan dapat dipandang sebagai “lumbung hidup” yang tiap tahun diperlukan untuk mengatasi paceklik, dan sekaligus juga merupakan “terugval basis” atau pangkalan induk yang sewaktu-waktu dapat diambil manfaatnya apabila usaha tani di sawah atau tegalan mengalami bencana atau kegagalan akibat serangan hama/penyakit, banjir, kekeringan dan bencana alam yang lain.

Ø  FUNGSI HUBUNGAN BIOFISIKA
Pada pandangan pertama, bagi orang “kota” yang baru pertama kali turun masuk desa, akan nampak olehnya sistem pekarangan yang ditanami secara acak-acakan dengan segala macam jenis tanaman dan sering pula menimbulkan kesan “menjijikkan” karena adanya kotoran hewan ternak di sana sini. Namun, dalam penelitian menunjukkan, bahwa keadaan serupa itu adalah merupakan manifestasi kemanunggalan manusia dengan lingkungannya sebagaimana yang telah diajarkan nenek moyangnya.
     Di daerah Sunda misalnya, tetapi terdapat pandangan  oleh Hidding (1935) disebutkan:
“Manusia adalah bagian dalam dan dari satu kesatuan yang besar ..........Semua mempunai tempatna sendiri dari tidak ada sesuatu yang berdiri sendiri.....

            Dalam teori kebatinan Jawa, disebutkan bahwa sesuatu yang ada dan yang hidup pada pokoknya satu dan tunggal. Bahkan, justru pola pengusahaan pekarangan seperti itulah ternyata, yang secara alamiah diakui sebagi persyaratan demi berlangsungnya proses daur ulang (recycling) secara natural (alami) yang paling efektif dan efisien, sehingga pada kehidupan masyarakat desa tidak mengenal zat buangan. Apa yang menjadi zat buangan dari suatu proses, merupakan sumberdaya yang dipergunakan dalam proses berikutnya yang lain. Sebagai contoh, segala macam sampah dan kotoran ternak dikumpulkan menjadi kompos untuk  pupuk tanaman. Sisa dapur, sisa-sisa makanan, kotoran manusia dan ternak dibuang ke kolam untuk dimakan ikan. Ikan dan hasil tanaman (daun, bunga, atau buahnya) dimakan manusia, kotoran manusia dan sampah dibuang ke kolam atau untuk kompos, demikian seterusnya tanpa berhenti dan berulang-ulang.
            Dengan demikian kalaupun dalam proses kemajuan peradaban manusia ada sesuatu yang perlu diperbaiki seperti : pembuatan jamban. Keluarga di atas kolam, sistem daur ulang yang tidak baik dan efisiensi harus tetap terjaga kelangsungannya.

Adaptasi Organisme Ekosistem
Adaptasi adalah cara bagaimana organisme mengatasi tekanan lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Organisme yang mampu beradaptasi terhadap lingkungannya mampu untuk:
§  memperoleh air, udara dan nutrisi (makanan).
§  mengatasi kondisi fisik lingkungan seperti temperatur, cahaya dan panas.
§  mempertahankan hidup dari musuh alaminya.
§  bereproduksi.
§  merespon perubahan yang terjadi di sekitarnya.
Organisme yang mampu beradaptasi akan bertahan hidup, sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan menghadapi kepunahan atau kelangkaan jenis.
Jenis adaptasi
Adaptasi terbagi atas tiga jenis yaitu:
§  Adaptasi Morfologi
adalah adaptasi yang meliputi bentuk tubuh. Adaptasi Morfologi dapat dilihat dengan jelas. Sebagai contoh: paruh dan kaki burung berbeda sesuai makanannya dan tempat untuk mencari makanannya.
§  Adaptasi Fisiologi
adalah adaptasi yang meliputi fungsi alat-alat tubuh. Adaptasi ini bisa berupa enzim yang dihasilkan suatu organisme. Contoh: dihasilkannya enzim selulase oleh hewan memamah biak.
§  Adaptasi Tingkah Laku
adalah adaptasi berupa perubahan tingkah laku. Misalnya: ikan paus yang sesekali keluar ke permukaan untuk membuang udara, bunglon merubah warna kulitnya menyerupai tempat yang dihinggapi.


Adaptasi Organisme Ekosistem Pekarangan
·         Kupu – kupu
Makanan kupu – kupu adalah nectar yang merupakan cairan manis pada tumbuhan dan biasanya terletak di dasar bunga. Untuk mendapatkna nectar kupu – kupu beradaptasi dengan cara memiliki mulut penghisap. Tipe mulut seperti belalai dan berfungsi sebagai alat penghisap pada kupu – kupu disebut proboscis.
·         Semut
Semut berkomunikasi menggunakan antenna yang dimiliki, semut memiliki senyawa racun yang digunakan untuk mempertahankan diri, semut memiliki rasa gotong royong yang tinggi demi kelangsungan hidupnya.
·         Bunga kamboja
Tanamam ini merupakan jenis secullent, yakni tumbuhan yang dapat menyimpan air pada seluruh bagian tubuhnya dari akar, batang, daun, bunga, sampai buah. Pemeliharaan, pemupukan, penyiraman, dan penyemprotan insektisida tidak perlu terlalu seriua. Penempatan di dalam ruangan juga tidak terlalu masalah untuk bunga kamboja.
·         Bunga euphorbia
Bunga ini ditemukan tumbuh di bawah sinar matahari penuh atau (lebih sering) di bawah perlindungan semak dan kadang-kadang di antara batu-batu yang cukup rendah di tanah berpasir. Warnanya berbaur dengan baik dilingkungan sehingga seringkali  sulit untuk membedakannya. Tanaman ini ditemukan di ketinggian berkisar 300-900 m di atas permukaan laut. Tempat ini sangat berbatu dan berbukit dengan curah hujan musim panas berkisar 200-300 mm per tahun. Musim panas sangat panas: maksimum harian rata-rata sekitar 26 derajat Celcius dan minimum sekitar 11 derajat celcius.
·         Sirih
Tanaman sirih lebih menyukai tempat yang teduh, sejuk dan mendapatkan sinar matahari 60-75 persen. Tanaman sirih ini tumbuh subur dan bagus di daerah pegunungan. Efek bilamana kita tanam didaerah panas dan terkena sinar matahari langsung maka batangnya cepat mengering, dan juga akan mengakibatkan warna daunnya akan pudar.
·         Pohon mangga
Tanaman mangga cocok untuk hidup di daerah dengan musim kering selama 3 bulan. Masa kering diperlukan sebelum dan sewaktu berbunga. Jika ditanam di daerah basah, tanaman mengalami banyak serangan hama dan penyakit serta gugur bunga/buah jika bunga muncul pada saat hujan.

1.         Tanah yang baik untuk budidaya mangga adalah gembur mengandung pasir dan lempung dalam jumlah yang seimbang.
2.         Derajat keasaman tanah (pH tanah) yang cocok adalah 5.5-7.5. Jika pH di bawah 5,5 sebaiknya dikapur dengan dolomit.
Mangga yang ditanam didataran rendah dan menengah dengan ketinggian 0-500 m dpl menghasilkan buah yang lebih bermutu dan jumlahnya lebih banyak dari pada di dataran tinggi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar